Sebagai orang tua, kadang kita tenggelam dalam
kesibukan bekerja dan berumah tangga. Sepertinya itu adalah alasan paling logis
yang banyak diutarakan oleh orang tua. Atau mungkin hanya sekedar modus untuk
mengalahkan pendapat yang menyudutkan kita tentang penyalahan atas kealfaan
anak-anak kita.
Namun sebenarnya mau tidak mau, sebutan orang tua
mengharuskan kita untuk menjadi seorang pengayom, walaupun banyak dari kita
yang memang tidak siap untuk mengayomi. Sebutan orang tua mewajibkan kita untuk
menjadi teladan bagi anak- anak kita yang memang butuh seorang figur
teladan.
Lihatlah, dunia modern anak-anak kita kini telah
banyak tertambat pada sesosok facebook kesayangannya. Jangan merasa damai dulu
ketika anak kita terlihat alim dirumah, atau betah berdiam diri di dalam kamar.
Siapa tahu mereka sedang asyik berchatting ria dengan seseorang yang
bukan mahramnya.
Maka inilah yang wajib diketahui oleh para orang
tua sekarang. Ternyata banyak hal yang bisa menggeser kedudukan orang tua
sebagai sahabat, sekaligus pendidik bagi anak-anak mereka. Karena itulah, orang
tua harus banyak menyediakan waktu, dan siap- siap untuk terkejut ketika mereka
mengecek facebook anak- anak mereka.
Lihatlah bagaimana cara mereka berpikir, lihatlah
siapa idola mereka, dan apa kesukaan mereka. Semua tertuang jelas dalam
facebook mereka. Lihatlah bahwa mereka banyak menyukai yang justru kita benci.
Mereka mengakrabi hal-hal yang justru terlarang dalam Islam. semua tergambar
jelas dalam facebook mereka. Anak- anak kini lebih suka menggandeng tangan
temannya untuk berbagi dari pada memeluk ayah ibunya saat ingin berkeluh kesah.
Anak- anak juga lebih asyik berkoar difacebook tentang uneg- uneg mereka, dari
pada membicarakannya dengan orang tua. Maka sempatkanlah sejenak untuk menengok
catatan yang ada dalam facebook anak- anak kita.
Ayah bunda, ternyata anak- anak kita telah
dewasa. Atau mungkin mereka belum dewasa, tapi dipaksa untuk dewasa karena
disuguhi sederet pola pikir dan lingkungan yang mengkarbit mereka untuk menjadi
dewasa. Sekolah mereka pun kini hanya banyak menyentuh fisik mereka tetapi
bukan jiwanya. Bukan berarti kurikulum itu gagal total, namun pengaruh
lingkungan mereka lebih kuat. Ditambah lagi tontonan TV mereka dirasa lebih
menyenangkan.
Konsep itu melekat kuat dalam pikiran mereka,
menyita seluruh waktu dan hati mereka. Lalu lihatlah betapa banyak anak- anak
yang disekolah berjilbab dan berpakaian rapi, namun ketika mereka pulang,
pakaian semacam rok minipun masih mereka kenakan. Mereka bisa menjerit histeris
ketika bercerita tentang Justin bieber dan bahkan tidak pernah mendengar
tentang salah satu sahabat Rasulullah SAW. Anak- anak manis kita itu
bahkan tidak sungkan berbagi cerita dengan banyak orang tentang pacar-pacar
mereka, dan bahkan tidak malu mengucapkan kata- kata manis untuk seseorang yang
bukan mahramnya.
Lalu bagaimana dengan kita? masihkah kita hanya
menjadi penonton tingkah laku mereka ini? haruskan kita menyerah dengan
kualitas penerus kita yang seperti ini?. Inilah PR besar buat kita, dan bukan
setumpuk pekerjaan yang menanti di kantor. Inilah sejatinya tanggung jawab kita
yang seharusnya terselesaikan pertama kali, dari pada sepaket ego pribadi kita.
Semoga semua ini menjadi pengingat bagi kita semua, terutama bagi kita
mungkin lupa untuk berorientasi kepada keluarga sebagai yang pertama.
Sebelum kita akhiri semoga firman Allah SWT
ini menjadi pengingat bagi kita semua. “Dan hendaklah takut kepada
Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak
yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab
itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang benar.” (QS. An-Nisaa’, 4: 9). (Syahidah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar