Jumat, 22 Februari 2013

Jangan Pernah Memaki Anak


Ridho Allah bergantung pada ridho orang tua. Ucapan ibu adalah doa yang mustajabah. Apalagi jika lahir dan keadaan hati yang kuat. Itulah sebabnya, para ibu terdahulu sangat menjaga lisannya agar tidak pernah sekalipun mengucapkan kata-kata yang buruk bagi anaknya. Ia lebih memilih untuk menangis ketika ia tak tahan lagi menahan kesal, daripada mengucapkan sumpah atau memberi julukan kepada anak sesuatu yang buruk, misalnya, "Kamu ini kok nakal, sih?" Mereka menahan lidah sekuat-kuatnya, karena takutnya mereka kepada Allah.

Mereka menjaga ucapannya sebisa-bisanya karena takut ucapan yang sekarang, menjadi jalan untuk mengucapkan makian pada anaknya. Sebab ucapan seorang ibu kepada anaknya, terutama ucapan-ucapan yang keluar dan hati yang paling dalam, akan menhunjam tepat di lubuk hati anak.

Kalau sekali waktu seorang ibu mengucapkan kata yang buruk, ia segera berlari untuk memohon ampun kepada Allah Yang Maha Pengasih. Kemudian ia meminta maaf kepada anaknya. Di saat inilah, anak justru mendapatkan pelajaran yang nyata. Tangis ibu dan permintaan maafnya, menggerakkan anak untuk menanggalkan kenakalan-kenakalan, dan menggantinya dengan akhlak yang baik. Ketika seorang ibu meminta maaf kepada anaknya, yang terjadi justru anak akan ikut menangis.
Atau, peristiwa itu menjadi sejarah besar yang mengesankan dan mempengaruhi pertumbuhan pribadinya. Ia belajar mengenai akhlak yang mulia dan kelemah-lembutan ibu. Dan bukan sebaliknya, yakni makian.

Caci maki hanya mendorong anak untuk melakukan kenakalan yang lebih besar, di samping sebagai pelajaran bagi anak itu sendiri bagaimana mencaci yang menyakitkan orang. Makin orangtua justru menjadikan anak kebal terhadap makian, nasihat, dan perkataan yang kasar. Kata yang kasar akan ia balas dengan kata yang kasar dan suara lantang.

Caci maki tidak merangsang anak untuk memiliki kepekaan terhadap diri sendiri maupun orang lain. Fir'aun adalah musuh Allah. Kezaliman Fir'aun sangat melebihi batas. Ia bahkan telah mengaku menjadi Tuhan. Di tangannya, Siti Masyitoh menemui syahidnya setelah direbus dalam minyak mendidih. Tetapi, terhadap orang yang sezalim itu, Allah 'Azza wa Jalla memerintahkan Nabiyullah Musa alaihissalam agar menyeru Fir'aun dengan lemah lembut.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Pergilah kamu beserta saudaramu dengan membawa ayat-ayat-Ku, dan janganlah kamu berdua lalai dalam mengingat-Ku. Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat akan takut." (QS. Thaahaa: 42-44).

Sebagai penutup, marilah kita renungkan sebuah hadist Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, sambil memohon kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala agar mensucikan mulut kita yang masih kotor; Ibnu Umar RA mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam berkunjung kepada Saad bin Ubadah. Turut bersama beliau Abdurrahman bin Auf dan Saad bin Abi Waqqash dan Abdullah bin Mas'ied RA, maka Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam tampak menangis. Begitu para sahabat melihat beliau menangis, maka mereka pun ikut menangis. Setelah itu beliau berkata,"Apakah kalian tidak mendengar bahwa sesungguhnya Allah tidak akan menyiksa seseorang karena tetesan air mata, dan tidak pula karena kesedihan hati, akan tetapu Dia akan menyiksa karena ini atau memberi rahmat sambil menunjuk lidahnya. (Muttafaq 'Alaih).

Disarikan dari buku yang berjudul "Bersikap Terhadap Anak - Pengaruh Perilaku Orangtua terhadap Kenakalan Anak" karangan Moh. Fauzil Adhim. (AnakShaleh)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar