Ridho Allah bergantung pada ridho orang tua. Ucapan
ibu adalah doa yang mustajabah. Apalagi jika lahir dan keadaan hati yang kuat.
Itulah sebabnya, para ibu terdahulu sangat menjaga lisannya agar tidak pernah
sekalipun mengucapkan kata-kata yang buruk bagi anaknya. Ia lebih memilih untuk
menangis ketika ia tak tahan lagi menahan kesal, daripada mengucapkan sumpah
atau memberi julukan kepada anak sesuatu yang buruk, misalnya, "Kamu ini
kok nakal, sih?" Mereka menahan lidah sekuat-kuatnya, karena takutnya
mereka kepada Allah.
Mereka menjaga ucapannya sebisa-bisanya karena takut
ucapan yang sekarang, menjadi jalan untuk mengucapkan makian pada anaknya.
Sebab ucapan seorang ibu kepada anaknya, terutama ucapan-ucapan yang keluar dan
hati yang paling dalam, akan menhunjam tepat di lubuk hati anak.
Kalau sekali waktu seorang ibu mengucapkan kata yang
buruk, ia segera berlari untuk memohon ampun kepada Allah Yang Maha Pengasih.
Kemudian ia meminta maaf kepada anaknya. Di saat inilah, anak justru
mendapatkan pelajaran yang nyata. Tangis ibu dan permintaan maafnya,
menggerakkan anak untuk menanggalkan kenakalan-kenakalan, dan menggantinya
dengan akhlak yang baik. Ketika seorang ibu meminta maaf kepada anaknya, yang
terjadi justru anak akan ikut menangis.
Atau, peristiwa itu menjadi sejarah besar yang
mengesankan dan mempengaruhi pertumbuhan pribadinya. Ia belajar mengenai akhlak
yang mulia dan kelemah-lembutan ibu. Dan bukan sebaliknya, yakni makian.
Caci maki hanya mendorong anak untuk melakukan
kenakalan yang lebih besar, di samping sebagai pelajaran bagi anak itu sendiri
bagaimana mencaci yang menyakitkan orang. Makin orangtua justru menjadikan anak
kebal terhadap makian, nasihat, dan perkataan yang kasar. Kata yang kasar akan
ia balas dengan kata yang kasar dan suara lantang.
Caci maki tidak merangsang anak untuk memiliki
kepekaan terhadap diri sendiri maupun orang lain. Fir'aun adalah musuh Allah.
Kezaliman Fir'aun sangat melebihi batas. Ia bahkan telah mengaku menjadi Tuhan.
Di tangannya, Siti Masyitoh menemui syahidnya setelah direbus dalam minyak
mendidih. Tetapi, terhadap orang yang sezalim itu, Allah 'Azza wa Jalla
memerintahkan Nabiyullah Musa alaihissalam agar menyeru Fir'aun dengan lemah
lembut.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Pergilah kamu beserta saudaramu dengan membawa
ayat-ayat-Ku, dan janganlah kamu berdua lalai dalam mengingat-Ku. Pergilah kamu
berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas. Maka
berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut,
mudah-mudahan ia ingat akan takut." (QS. Thaahaa: 42-44).
Sebagai penutup, marilah kita renungkan sebuah
hadist Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, sambil memohon kepada Allah
Subhanahu Wa Ta'ala agar mensucikan mulut kita yang masih kotor; Ibnu Umar RA
mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam berkunjung kepada
Saad bin Ubadah. Turut bersama beliau Abdurrahman bin Auf dan Saad bin Abi
Waqqash dan Abdullah bin Mas'ied RA, maka Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa
Sallam tampak menangis. Begitu para sahabat melihat beliau menangis, maka
mereka pun ikut menangis. Setelah itu beliau berkata,"Apakah kalian tidak
mendengar bahwa sesungguhnya Allah tidak akan menyiksa seseorang karena tetesan
air mata, dan tidak pula karena kesedihan hati, akan tetapu Dia akan menyiksa
karena ini atau memberi rahmat sambil menunjuk lidahnya. (Muttafaq 'Alaih).
Disarikan dari buku yang berjudul "Bersikap
Terhadap Anak - Pengaruh Perilaku Orangtua terhadap Kenakalan Anak"
karangan Moh. Fauzil Adhim. (AnakShaleh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar