Berikut ini adalah artikel yang berfokus pada
pola dan masalah belajar anak. Banyak sekali pertanyaan tentang hal ini yang
muncul di website kami, berkaitan mengenai masalah belajar anak. Kita akan
memahami dan belajar tentang faktor psikologis mengapa anak bermasalah dengan
nilai di sekolah. Sebelum kita lebih jauh
berinteraksi, pahami bahwa nilai atau angka(simbol) bukan satu-satunya penentu
kesuksesan anak kelak di masa depan. Semua yang dialami saat dia sekolah akan
banyak yang tidak digunakan kelak, jadi model pendidikan apa yang akan
digunakan seorang anak hingga dia dewasa dan dapat diwariskan? Ya, didiklah
karakternya dan tanamkan kesuksesan sejak awal di ladang karakternya.
Kenapa seorang anak ketika belajar di rumah bisa,
diberi soal lebih susah daripada di sekolah juga bisa, bahkan waktu di tempat
les dia diberi latihan soal yang banyak juga bisa, meskipun soalnya lebih sulit
juga bisa, tetapi ketika ulangan tiba-tiba nilainya jelek. Nah apakah anda
pernah punya masalah seperti ini? Anda yang punya anak SD, pasti sering
mengalami masalah-masalah seperti ini. Anda pasti merasa jengkel ketika
mengetahui bahwa anak anda yang tadi malam belajar sudah bisa semua, tapi
ketika ulangan ternyata ulangannya dapat nilai jelek. Jika ini terjadi sekali
dua kali mungkin anda bisa memakluminya, tapi jika ini terjadi berulang kali,
anda pasti mulai jengkel pada anak anda. Bahkan bisa jadi anda frustasi dan
kemudian malah mengeluarkan kata-kata negatif.
Nah apakah yang terjadi dibalik masalah ini.
Seorang anak yang bisa sewaktu mengerjakan soal di rumah dan kemudian gagal
waktu dia ulangan. Untuk hal-hal yang sama dan itu berulang kali, maka ada tiga
hal yang perlu anda waspadai:
1. Anda perlu curiga bahwa anak ini mengalami
kecemasan yang tersembunyi
Anda pasti bertanya nggak mungkin? dia cemas dari
mana….kenapa koq dia cemas?
Kecemasan yang tersembunyi ini disebabkan oleh
banyak faktor. Ya, jadi bisa jadi tuntutan yang terlalu tinggi dari kita orang
tua atau mungkin bahkan dari gurunya. Tuntutan ini tidak bisa membuat si anak
menunjukkan kwalitas optimalnya. Sehingga ketika ulangan,yang terbayang adalah
ketakutan bahwa dia tidak bisa memenuhi tutuntan dari si orang tua. Atau
tuntutan dari gurunya mungkin. Nah anda tahu, Ketika kita itu cemas maka kita
tidak bisa berpikir secara jernih.Anda tentu pernah mengalaminya bukan? ketika
anda sedang cemas, sedang stres berat. Maka hal yang sepele tentunya bisa jadi
terlupakan. Nah ini yang terjadi pada anak-anak kita. Mereka cemas karena
tuntutan kita yang terlalu tinggi,atau keharusan untuk menguasai sesuatu.
Ketika mereka merasa tidak mampu,kecemasan itu
menghantui pikirannya. Dan apa yang telah mereka pelajari sebelumnya tiba-tiba
“blank”, pada saat ulangan. Ini juga sering terjadi pada kita. Ingatkah anda
pada saat dulu anda kuliah? Mungkin masih SMA bahkan? Ketika kita ulangan
tiba-tiba saja mendadak lupa akan jawaban yang harus kita tuliskan disana.
Padahal tadi malam jelas-jelas kita sudah belajar, hal tersebut. Nah ketika
kita menghadapi ulangan tiba-tiba saja hilang jawabannya. Apalagi ketika sang
guru atau dosen mengatakan 5 menit lagi anda harus mengumpulkan,dan waktunya
habis. Oke, makin kita paksa akhirnya kita stress dan akhirnya kita lupa. Dan
anehnya ketika kita sudah mengumpulkan lembar jawaban, keluar dari ruang ujian
tiba-tiba jawabannya muncul dalam pikiran kita. “ahh..” kenapa tidak dari tadi
munculnya, anda pasti menggerutu pada diri anda sendiri. Anda pernah mengalami
hal itu bukan?
Nah ini yang terjadi pada anak-anak kita. Jadi
ketika mereka ulangan,maka sebaiknya jangan sampai mereka itu cemas. Tuntutan –
tuntutan kita membuat mereka cemas. karena itu kita perlu instropeksi diri,
apakah selama ini kita sudah menerima mereka apa adanya. Ya,kebanyakan dari
kita berharap agar nilai mereka bagus. Tapi begitu nilai mereka jelek, kita
mulai menuntut mereka. “Kenapa sih nilai kamu koq jelek?” Jarang sekali ada
orang tua yang mengatakan, “oh iya saya bisa memahami kamu na, Apa yang
mama/papa bisa bantu agar lain kali nilaimu lebih bagus lagi”. Jadi ketika
seorang anak mempunyai nilai jelek, hal yang kita perlu lakukan adalah memahami
dulu perasaannya. Saya yakin anak itupun tidak ingin nilainya jelek, bukan
hanya kita. Diapun juga tidak ingin nilainya jelek tentunya. Tapi kenyataan
yang dihadapi lain.
Ketika nilainya sudah jelek, dia sedih tetapi kita
malah memarahi dia. Dia akan merasa bahwa dirinya tidak dipahami dan tidak
dimengerti. Di lain hari kecemasan itu muncul dalam dirinya. Dia akan merasa, “aduh
kalau saya jelek lagi saya pasti dimarahi lagi”, “saya pasti mengecewakan mama
saya”. Pernah ada satu kasus dimana seorang anak tidak mau berangkat sekolah
gara-gara hari itu ada ulangan. Dia mengatakan pada mamanya saya takut ma,
“kenapa takut?” Tanya mamanya. “saya takut mengecewakan mama kalau nilai saya
jelek”. Dan ini dilontarkan oleh seorang anak kelas 2 SD. Nah,dari kejadian
tersebut sang mama belajar bahwa selama ini, dia sering berkata “mama nga
masalah dengan nilai mu”. Tetapi kenyataannya dia membuat anaknya cemas. Jadi
terkadang kita sebagai orang tua hanya mengatakan, “nggak.. nilai berapapun
saya nggak masalah koq”. Tapi ternyata itu hanya di mulut saja. kenyataannya si
anak merasakan hal yang berbeda, dia merasakan tuntutan orang tua yang terlalu
tinggi.
Nah, untuk masalah ini sebaiknya kita perlu koreksi
diri bagaimana caranya kita menerima seorang anak apa adanya, tidak tergantung
dari nilainya. Ingat sebenernya nilai itu hanya mengindikasikan dia sudah bisa
atau belum.Berbahagialah ketika nilai anak anda jelek. Karena apa? sekarang
anda tahu mana yang dia itu belum bisa. Pembelajaran yang baik harusnya
ditujukan untuk meningkatkan seorang anak sehingga ia bisa kompeten di dalam
bidangnya. Bukan untuk melabel dia pintar atau bodoh.
2. Sebab yang lain adalah karena
perlakuan-perlakuan negatif yang pernah di terima seorang anak bisa di rumah,
bisa di sekolah.
Misalnya, ketika seorang anak nilainya jelek,
kemudian kita marah-marahin dia, bahkan mungkin di hukum. Suruh berdiri di
pojok, nggak boleh makan. Atau apapun yang kita bisa lakukan untuk itu. Nah
ketika dia menerima perlakuan itu,maka perlakuan itu akan membekas di
memorinya. Berikutnya ketika dia ulangan lagi di lain kesempatan maka yang dia
liat di lembar soalnya bukan soal yang harus dibaca, tetapi wajah orang tuanya
yang sedang marah. Wajah ini tiba-tiba saja muncul terbayang di dalam
pikirannya. Anda bisa bayangkan jika kita berhadapan dengan soal ujian dan
kemudian yang muncul adalah ketakutan membayangkan wajah orang tua yang sedang
marah, karena kita tidak bisa. Atau mungkin wajah guru yang memalukan kita di
depan teman-teman kita. Maka semua yang kita pelajari tiba-tiba saja menjadi
hilang dan akhirnya ulangannya jelek.
Baiklah, jika ini terjadi sebaiknya anda perlu
segera minta maaf pada anak anda. Anda cukup mengatakan, “tempo hari waktu
ulangan kamu jelek,dan kemudian papa atau mama marah sama kamu saat itu
perasaan kamu bagaimana?” apapun yang di jawab oleh anak anda terima apa
adanya. Misalkan dia menjawab, Saya takutlah, saya merasa ini itu apapun itu
anda tinggal ngomong “Oke Maaf, papa mungkin saat itu keceplosan ngomong. Atau
mungkin saat itu mama lepas control sehingga memarahi kamu terlalu dalam. Tapi
sebenernya maksud mama sangat baik. Kamu mau nggak maafin mama? Mama lain kali
janji akan mendukung kamu jika nilai kamu jelek, kita akan cari solusinya
sama-sama dan kamu boleh tanya sama mama bagaimana supaya jadi nilainya baik.
Kamu pasti kepengen nilai kamu juga baik juga kan?” Nah, itu tentunya jauh
lebih baik bagi si anak. Daripada kita hanya sekedar memarahinya, memintanya
belajar, memaksanya belajar tanpa sama sekali mengakui perasaannya untuk diberi
kasih saying dan untuk di terima apa adanya.
3. Sebab yang lain adalah kurangnya perhatian
berkualitas.
Mungkin anda bertanya, “ah mana mungkin saya tidak
memperhatikan anak saya”. Betul,saya percaya dan yakin bahwa setiap orang tua
pasti memperhatikan anaknya.Tetapi terkadang perhatian yang kita berikan itu
tidak cocok dengan apa yang diinginkan oleh si anak, yang saya maksud dengan
perhatian di sini adalah perhatian yang berkuwalitas. Dalam arti kita
memperhatikan juga perasaan-perasaan si anak. Bukan Cuma memperhatikan
tugas-tugas yang dia harus slesaikan. Kebanyakan dari kita hanya memperhatikan
tugas –tugas yang harus di selesaikan oleh seorang anak. Kita hanya
memperhatikan kamu sudah ngerjakan PR belum? kamu sudah belajar belum? pensil
kamu sudah diraut belum? Besok kalau ulangan kamu sudah siapkan pensil atau
bolpointnya? Buku kamu sudah kamu siapin belum? kita hanya memperhatikan
aspek-aspek fisik. Kita tidak memperhatikan aspek-aspek perasaan dari si anak.
Padahal yang jauh lebih dibutuhkanseorang anak
adalah perhatian akan perasaan-perasaannya sehingga dia bener-bener di terima
secara utuh oleh orang tuanya. Anda bisa memberikan perhatian berkuwalitas ini
dengan lebih baik, dengan cara membaca artikel saya yang berjudul “Pentingnya
Memahami Kebutuhan Emosional Anak”. Itu adalah salah satu cara terbaik untuk
memberikan perhatian berkualitas pada anak Anda. (AAM/Ashidiiqi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar